Blue Fire Pointer PAULINA LAMBU

Sabtu, 11 Juni 2016

Makalah Kesehatan Mental



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan mental merupakan keinginan wajar bagi setiap manusia seutuhnya, tapi tidaklah mudah mendapatkan kesehatan jiwa seperti itu. Perlu pembelajaran tingkah laku, pencegahan yang dimulai secara dini untuk mendapatkan hasil yang dituju oleh manusia. Untuk menelusurinya diperlukan keterbukaan psikis manusia ataupun suatu penelitian secara langsung atau tidak langsung pada manusia yang menderita gangguan jiwa. Pada dasarnya untuk mencapai manusia dalam segala hal diperlukan psikis yang sehat. Sehingga dapat berjalan menurut tujuan manusia itu diciptakan secara normal.

B. Rumusan Masalah
  1. Apakah pengertian dari kesehatan mental?
  2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental?
  3. Apa saja pengaruh kesehatan mental terhadap perasaan?
  4. Apa saja kategori penggolongan kesehatan mental?
  5. Apa saja terapi gangguan jiwa atau mental?
  6. Apa saja peranan pendidikan agama terhadap kesehatan mental?
C. Tujuan Penulisan
  1. Mengetahui pengertian dari kesehatan mental.
  2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental.
  3. Mengetahui pengaruh dari kesehatan mental terhadap perasaan.
  4. Mengetahui kategori atau penggolongan kesehatan mental.
  5. Mengetahui terapi-terapi gangguan jiwa atau mental.
  6. Mengetahui peranan dari pendidikan agama terhadap kesehatan mental.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Mental
Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental hygiene. Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Kesehatan mental merupakan bagian dari psikologi agama, terus berkembang dengan pesat. jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Sedangkan yang dimaksud Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. Noto Soedirdjo, menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kesehatan mental adalah Memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.
Zakiah Daradjat mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian :
  1. Terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala - gejala penyakit jiwa (psychose).
  2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.
  3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagian diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan - gangguan dan penyakit jiwa..
  4. erwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi - fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem - problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya.
Jadi Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial.
Kesehatan mental pada manusia itu dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa.
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.

2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya. Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Selanjutnya selain kedua factor tersebut yang dapat mempengaruhi kesehatan mental, juga dapat dipengaruhi oleh aspek psikis manusia. Aspek psikis manusia pada dasarnya merupakan satu kesatuan dengan sistem biologis, sebagai sub sistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak dapat dipisahkan untuk melihat jiwa manusia. Ada beberapa aspek psikis yang turut berpengaruh terhadap kesehatan mental, antara lain :
1.      Pengalaman awal
Pengalaman awal merupakan segenap pengalaman-pengalaman yang terjadi pada individu terutama yang terjadi di masa lalunya. Pengalaman awal ini adalah merupakan bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari.
2.      Kebutuhan
Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang. Orang yang telah mencapai kebutuhan aktualisasi yaitu orang yang mengeksploitasi dan segenap kemampuan bakat, ketrampilannya sepenuhnya, akan mencapai tingkatan apa yang disebut dengan tingkatan pengalaman puncak. Dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa orang-orang yang mengalami gangguan mental, disebabkan oleh ketidakmampuan individu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan yang dimaksud di sini adalah kebutuhan dasar yang tersusun secara hirarki. Kebutuhan biologis, kebutuhan rasa aman, meliputi kebutuhan dicintai, kebutuhan harga diri, pengetahuan, keindahan dan kebutuhan aktualisasi diri.
B. Ciri-ciri Kesehatan Mental
Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:
  1. Memiliki sikap batin (Attidude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
  2. Aktualisasi diri
  3. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi yang psikis ada
  4. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri)
  5. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada
  6. Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.
Pada abad 17 kondisi suatu pasien yang sakit hanya diidentifikasi dengan medis, namun pada perkembangannya pada abad 19 para ahli kedokteran menyadari bahwa adanya hubungan antara penyakit dengan kondisi dan psikis manusia. Hubungan timbal balik ini menyebabkan manusia menderita gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan mental (Somapsikotis) dan sebaliknya gangguan mental dapat menyebabkan penyakit fisik (Psikomatik).
Memasuki abad 19 konsep kesehatan mental mulai berkembang dengan pesatnya namun apabila ditinjau lebih mendalam teori-teori yang berkembang tentang kesehatan mental masih bersifat sekuler, pusat perhatian dan kajian dari kesehatan mental tersebut adalah kehidupan di dunia, pribadi yang sehat dalam menghadapi masalah dan menjalani kehidupan hanya berorientasi pada konsep sekarang ini dan disini, tanpa memikirkan adanya hubungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Orang yang sehat mental akan senantiasa merasa aman dan bahagia dalam kondisi apapun, ia juga akan melakukan intropeksi atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri.
Solusi terbaik untuk dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan mental adalah dengan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri semaksimal mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT, serta dengan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi maupun kecerdasan intelektual.
Hal ini dapat ditarik kesimpulan karena pada dasarnya hidup adalah proses penyesuaian diri terhadap seluruh aspek kehidupan, orang yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan gagal dalam menjalani kehidupannya. Manusia diciptakan untuk hidup bersama, bermasyarakat, saling membutuhkan satu sama lain dan selalu berinteraksi.
Seseorang dapat berusaha memelihara kesehatan mentalnya dengan menegakkan prinsip-prinsipnya dalam kehidupan, yaitu :
  1. Mempunyai self image atau gambaran dan sikap terhadap diri sendiri yang positif.
  2. Memiliki interaksi diri atau keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam menghadapi problema hidup termasuk stress.
  3. Mampu mengaktualisasikan secara optimal guna berproses mencapai kematangan.
  4. Mampu bersosialisasi dan menerima kehadiran orang lain
  5. Menemukan minat dan kepuasan atas pekerjaan yang dilakukan
  6. Memiliki falsafah atau agama yang dapat memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya.
  7. Mawas diri atau memiliki control terhadap segala kegiatan yang muncul
  8.  Memiliki perasaan benar dan sikap yang bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya.
Manusia sebagai mahkluk yang memiliki banyak keterbatasan kerap kali mengalami perasaan yang takut, cemas, sedih, bimbang dan sebagainya. Dalam psikologi gangguan atau penyakit jiwa akrab di isitilahkan dengan psikopatologi. Ada dua macam psikopatologi pertama Neurosis dan yang kedua Psikosis. Sementara dari H. Tarmidzi membagi psikopatologi menjadi 6 macam, selain 2 yang sudah disebutkan diatas dia mengemukakan yang lainnya : Psikomatik, kelainan kepribadian, deviasi seksual, dan retardasi mental. 

C. Pengaruh Kesehatan Mental Terhadap Perasaan
Berikut ini akan di uraikan tiap-tiap persoalan (perasaan) dengan contoh-contohnya  
  1. Rasa Cemas, Adanya perasaan tidak menentu, panik, takut tanpa sebab yang menyebabkan timbulnya perasaan gelisah pada diri seseorang. Misalnya, perasaan seorang ibu yang gelisah karena anaknya terlambat pulang, berbagai pikiran berkecamuk dalam dirinya, ia merasa khawatir bila anaknya mendapat kecelakaan, diculik orang, dan sebagainya. Karena itu, sebaliknya berusaha mengatasi kegelisahan itu dengan mencari cara pemecahannya.
  2. Iri Hati, Perasaan iri hati sering terjadi dalam diri seseorang, namun sebenarnya perasaan ini bukan karena adanya kedengkian dalam dirinya melainkan karena ia sendiri tidak merasakan bahagia dalam hidupnya. Sebagai contoh adalah seorang ibu yang masih muda, cantik dan kaya, merasa iri kepada suaminya karena anak-anaknya lebih dekat kepadanya. Ia juga merasa bahwa suaminya tidak mengindahkan perasaannya. Hal ini menyebabkan terjadinya pertengkaran dan perselisihan anatara mereka karena kecurigaan istri kepada suaminya.
  3. Rasa Sedih, Rasa sedih ini terkadang berpangkal dari hal-hal yang kecil yang terjadi karena kesehatan mental yang terganggu, bukan karena penyebab kesedihannya secara langsung.
  4. Rasa Rendah Diri dan Hilangnya Kepercayaan Diri, Rasa rendah diri menyebabkan seseorang menjadi mudah tersinggung sehingga menyebabkan orang yang bersangkutan tidak mau bergaul karena merasa dikucilkan. Ia tidak mau mengemukakan pendapat dan tidak memiliki inisiatif. Lama kelamaan kepercayaan dirinya akan hilang bahkan ia mulai tidak mempercayai orang lain. Ia menjadi mudah marah atau sedih hati, menjadi apatis dan pesimis.
  5. Pemarah, Seseorang yang sering marah-marah tanpa sebab biasanya mengalami gangguan kesehatan mental. Pada dasarnya, marah merupakan ungkapan kekecewaan, atau ketidakpuasan hati.
D. Kategori atau Penggolongan Kesehatan Mental
  1. Gangguan Somatofarm, Gejalanya bersifat fisik, tetapi tidak terdapat dasar organik dan faktor-faktor psikologis.
  2. Gangguan Disosiatif, Perubahan sementara fungsi-fungsi kesadaran, ingatan, atau identitas yang disebabkan oleh masalah emosional.
  3. Gangguan Psikoseksual, Termasuk masalah identitas seksual (impotent, ejakulasi, pramatang, frigiditas) dan tujuan seksual.
  4. Kondisi yang Tidak dicantumkan Sebagai Gangguan Jiwa., Mencakup banyak masalah yang dihadapi orang-orang yang membutuhkan pertolongan seperti perkawinan, kesulitan orang tua, perlakuan kejam pada anak.
  5. Gangguan Kepribadian, Pola prilaku maladaptik yang sudah menahun yang merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan tidak tepat dalam mengatasi stres atau pemecahan masalah.
  6. Gangguan yang Terlihat Sejak Bayi, Masa Kanak-Kanak atau Remaja., Meliputi keterbelakangan mental, hiperaktif, emosi pada kanak-kanak, gangguan dalam hal makan.
  7. Gangguan Jiwa Organik, Terdapat gejala psikologis langsung terkait dengan luka pada otak atau keabnormalan lingkungan biokimianya sebagai akibat dari usia tua dan lain-lain.
  8. Gangguan Penggunaan Zat-Zat, Penggunaan alkohol berlebihan, obat bius, anfetamin, kokain, dan obat-obatan yang mengubah prilaku.
  9. Gangguan Skisofrenik Serangkaian gangguan yang dilandasi dengan hilangnya kontak dengan realitas, sehingga pikiran, persepsi, dan prilaku kacau dan aneh.
  10. Gangguan Paranoid, Gangguan yang ditandai dengan kecurigaan dan sifat permusuhan yang berlebihan disertai perasaan yang dikejar-kejar.
  11. Gangguan Afektif, Gangguan suasana hati (mood) yang normal, penderita mungkin mengalami depresi yang berat, gembira yang abnormal, atau berganti antara saat gembira dan depresi.
  12. Gangguan Kecemasan, Gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala utama atau rasa cemas dialami bila individu tidak menghindari situasi-situasi tertentu yang ditakuti.



E. Terapi Gangguan Jiwa
Terapi di sini mengandung arti proses penyembuhan dan pemulihan jiwa yang benar-benar sehat. Di antaranya terapi-terapi yang digunakan meliputi beberapa bentuk :
  1. Terapi holistic, yaitu terapi yang tidak hanya menggunakan obat dan ditujukan kepada gangguan jiwanya saja, dalam arti lain terapi ini mengobati pasien secara menyeluruh
  2. Psikoterapi keagamaan, yaitu terapi yang diberikan dengan kembali mempelajari dan mengamalkan ajaran agama
  3. Farmakoterapi, yaitu terapi dengan menggunakan obat. Terapi ini biasanya diberikan oleh dokter dengan memberikan resep obat pada pasien.
  4. Terapi perilaku, yaitu terapi yang dimaksudkan agar pasien berubah baik sikap maupun perilakunya terhadap obyek atau situasi yang menakutkan. Secara bertahap pasien dibimbing dan dilatih untuk menghadapi berbagai objek atau situasi yang menimbulkan rasa panik dan takut. Sebelum melakukan terapi ini diberikan psikoterapi untuk memperkuat kepercayaan diri.
F. Peranan Pendidikan Agama Terhadap Kesehatan Mental
Ada beberapa peranan pendidikan agama dalam kesehatan mental, antara lain:
  1. Dengan Agama, dapat Memberikan Bimbingan dalam Hidup, Ajaran agama yang di tanamkan sejak kecil kepada anak-anak dapat membentuk kepribadian yang islami. Anak akan mampu mengendalikan keiginan-keiginan dan terbentuk sesuatu kepribadian yang harmonis maka ia mampu menghadapi dorongan yang bersifat fisik dan rohani/sosial, sehingga ia dapat bersikap wajar, tenang, dan tidak melanggar hukum dan peraturan masyarakat.
  2. Ajaran Agama sebagai Penolong dalam Kesukaran Hidup, Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga bila ia tidak berpegang teguh pada ajaran agama, dia akan memiliki perasaan rendah diri, apatis, pesimis, dan merasakan kegelisahan. Bagi orang yang berpengang teguh pada agama, bila mengalami kekecewaan ia tidak akan merasa putus asa. Tetapi, ia menghadapinya dengan tenang dan tabah. Ia segera mengingat Tuhan, sehingga ia dapat menemukan faktor-faktor yang menyebabkan kekecewaan. Dengan demikian, ia terhindar dari gangguan jiwa.
  3. Aturan Agama dapat Menentramkan Batin, Agama dapat memberi jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang gelisah. Banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama, selalu merasa gelisah dalam hidupnya. Tetapi, setelah menjalankan agama ia mendapat ketenangan hati. Seseorang yang telah mendapat kesuksesan terkadang melupakan agama. Ia terhanyut dalam harta yang berlimpah. Bahkan ia berusaha terus mencari harta yang dapat membuat dirinya bahagia. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, ia merasa hampa. Hatinya gersang dan tidak pernah tentram. Kemudian ia merenungkan diri merasa hartanya tidak dapat memberinya ketenangan batin.
  4. Ajaran Agama sebagai Pengendali Moral, Moral adalah kelakuan yang sangat sesuai dengan nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan tersebut).
  5. Agama dapat Menjadi Terapi Jiwa, Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa. Sikap, perasaan, dan kelakuan yang menyebabkan kegelisahan akan dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon sehingga tercapailah kerukunan hidup dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
  6. Peranan Agama bagi Pembinaan Mental, Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama moral dan sosial (lingkungan) yang di perolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mereka akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai-nilai sosial dan moral sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan masyarakat. Imam akan sifat-sifat Tuhan Maha Kuasa dan Maha Pelindung sangat diperlukan oleh setiap manusia. Karena setiap orang memerlukan rasa aman dan tidak terancam oleh bahaya, musuh, mala petaka dan berbagai gangguan terhadap keselamatan dirinya. 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan atau penyakit mental, terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antar fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya, adanya kemampuan yang dimiliki untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya, dan kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat ia hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.

B. Saran
Setiap satuan pendidikan seharusnya memberdayakan program-program pengembangan diri, bimbingan konseling, dan sejenisnya sebagai media yang sangat efektif di sekolah untuk pembinaan potensi peserta didik sesuai minat-bakat dan berfungsi efektif bagi pencegahan dini sekaligus tindakan terhadap penyimpangan, gangguan/sakit mental yang dialami peserta didik. Pendidikan budaya dan karakter seharusnya diintegrasikan dalam seluruh proses pembelajaran di kelas dan lingkungan sekolah secara konsisten untuk menjamin kesehatan mental siswa.

DAFTAR PUSTAKA


Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, cv haji samaagung , Jakarta, 1994

Jalaluddin, Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, 2007
Kartini Kartono, Hygiene Mental, Bandar Maju, 2000
Moeljono Soedirjo dan Latipun, Kesehatan Mental Konsep dan Terapi, UMM Press, 2005
Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2001, cet.ke-1.
Moeljono Notosoedirjo, Latipun, Kesehatan Mental, Universitas Muhammadiyah Malang, 2000.
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, PT. Bulan Bintang, Bandung, 1986, cet ke-7.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, cet. ke-1

Jumat, 10 Juni 2016

MAKALAH KEBIDANAN KOMUNITAS



BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

          Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di keluarga maupun di masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan pada ibu dan anak di komunitas diperlukan bidan komunitas yaitu bidan yang bekerja melayani ibu dan anak di suatu wilayah tertentu
Konsep adalah kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata “Bidan” yang artinya adalah seseorang yang telah mengikuti pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat ijin melakukan praktek kebidanan.Sedangkan kebidanan sendiri mencakup pengetahuan yang dimiliki bidan dan kegiatan pelayanan yang dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dilahirkan (J.H. Syahlan, 1996).
Komunitas adalah kelompok orang yang berada di suatu lokasi tertentu.

Sarana kebidanan komunitas adalah ibu dan anak balita yang berada dalam keluarga dan masyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan diluar rumah sakit. Kebidanan komunitas dapat juga merupakan bagian atau kelanjutan pelayanan kebidanan yang diberikan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas.Kelompok komunitas terkecil adalah keluarga individu yang dilayani adalah bagian dari keluarga atau komunitas. Oleh karena itu, bidan tidak memandang pasiennya dari sudut biologis. Akan tetapi juga sebagai unsur sosial yang memiliki budaya tertentu dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan lingkungan disekelilingnya.Dapat ditemukan disini bahwa unsur-unsur yang tercakup didalam kebidanan komunitas adalah bidan, pelayanan kebidanan, sasaran pelayanan, lingkungan dan pengetahuan serta teknologi.
Asuhan kebidanan komunitas adalah merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana.Manajemen Kebidanan Komunitas Dalam memecahkan masalah pasiennya, bidan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan. Manajemen kebidananan adalah metode yang digunakan oleh bidan dalam menentukan dan mencari langkah-langkah pemecahan masalah serta melakukan tindakan untuk menyelematkan pasiennya dari gangguan kesehatan.


Penerapan manajemen kebidanan melalui proses yang secara berurutan yaitu identifikasi masalah, analisis dan perumusan masalah, rencana dan tindakan pelaksanaan serta evaluasi hasil tindakan. Manajemen kebidanan juga digunakan oleh bidan dalam menangani kesehatan ibu, anak dan KB di komuniti, penerapan manajemen kebidanan komuniti (J.H. Syahlan, 1996).

2. RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian Kebidanan Komunitas

                         ·          Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia dan beberapa Negara lain
                         ·          Fokus/sasaran
                         ·          Tujuan
                         ·          Filosofi Kebidanan Komunitas
                         ·          Bekerja di Komunitas
                         ·          Jaringan Kerja Komunitas

2.Visi Indonesia Sehat sebagai Landasan berpikir Pelayanan Kebidanan di    Komunitas
3. Strategi Pelayanan Kebidanan di Komunitas

• Pendekatan edukatif dalam peran serta masyarakat

• Pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat

• Fasilitas dan potensi yang ada di masyarakat

3. TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Askeb V (Kebidanan Komunitas) pada jurusan D3 Kebidanan Semester IV

4. MANFAAT

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui Konsep Kebidanan Komunitas dan aspek-aspeknya.







BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN/DEFINISI

Kebidanan berasal dari kata Bidan yang menurut International Confederation of Midwife (ICM) berarti seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar dan atau memiliki ijin yang sah (lisensi) untuk melakukan Praktik bidan.
Pengertian bidan menurut IBI adalah adalah seorang perempuanyang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah negara RI serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister dan atauntuk secara sah mendapt lisensi ntukatau menjalankan praktik kebidanan.
Komunitas berasal dari bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga “communis” yang berarti sama, publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang yang berada di suatu lokasi/ daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991) komunitas adalah tempat atau kumpulan orang atau sistem sosial.Jenis Komunitas :
    Geografikal yaitu daerah
    Administratif batasan otoritas pemerintahan
    Fungsional7an sama
    Ethnicmpy satu kultur dengan kultur lain

Menurut United Kingdom Central Council For Nursing Midwifery And Health, Bidan komunitas adalah praktisi bidan yang berbasis komunity yang harus dapat memberikan supervisi yang dibutuhkan oleh wanita, pelayanan berkualitas, nasihatatausaran pada masa kehamilan, persalinan, nifas, dengan tanggungjawabnya sendiri dan untuk memberikan pelayanan pada bbl dan bayi secara komprehensif.
Menurut Dari.J.H.Syahlan, SKM, Bidan community adalah bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas sebagai segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan pasiennya dari gangguan kesehatan. Pengertian kebidanan komunitas yang lain menyebutkan upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita di dalam keluarga dan masyarakat. Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 1)
Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga diharapkan tercapainya taraf  kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani, Niken dkk, 2009 : 8).
Istilah bidan komunitas di Indonesia sering disebut ”bidan” saja.

2. RIWAYAT BIDAN KOMUNITAS

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda tahun 1807 pertolongan persalinan dilakukan oleh dukun, tahun 1951 didirikan sekolah bidan bagi wanita pribumi di Batavia kemudian tahun 1953 kursus tambahan bidan (KTB) di masyarakat jogyakarta dan berkembang didaerah lain. Seiring dengan pelatihan ini dibukalah BKIA, bidan sebagai penanggung jawab, memberikan pelayanan antenatal care, post natal care, pemeriksaan bayi dan gizi, intra natal dirumah, kunjungan rumah pasca salin. Tahun 1952 diadakan pelatihan secara formal untuk kualitas persalinan, tahun 1967 Kursus tambahan bidan (KTB) ditutup, kemudian BKIA terintegrasi dengan Puskesmas.
Puskesmas memberi pelayanan didalam dan diluar gedung dalam wilayah kerja. Bidan di Puskesmas memberi pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) termasuk keluarga berencana (KB). Diluar gedung pelayanan kesehatan keluarga dan posyandu yang mencakup pemeriksaan kehamilan, KB, Imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan. Tahun 1990 merata pada semua masyarakat.
Instruksi presiden secara lisan pada sidang kabinet tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk ditempatkan diseluruh desa sebagai pelaksana KIA. Tahun 1994 merupakan titik tolak dari konferensi kependudukan dunia di Kairo yang menekankan pada reproduksi health memperluas garapan bidan antara lain Safe Motherhood, Keluarga berencana, Penyakit Menular Seksual (PMS), kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan reproduksi orang tua.
Sebagian besar wanita lebih menyukai persalinan di rumah dari pada di institusi pelayanan kesehatan (Rumah sakit). Hasil penelitian McKee (1982) menggambarkan bahwa, jika persalinan dilakukan di komunity dan dilaksanakan oleh bidan maka akan terjadi peningkatan kunjungan antenatal ,penurunan frekuensi Persalinan dengan induksi, penurunan frekuensi Persalinan prematur, BBLR, IUGR, persalinan forsep, frekuensi SC dan pemeriksaan rutin Antenatal dan Intranatal di rumah sakit. Berdasarkan hal tersebut, sebaiknya masa kehamilan, persalinan dan nifas dikembalikan ke komunitas sebagai asal dari childbirth tersebut.

3. FOKUS/ SASARAN KEBIDANAN KOMUNITAS


Komuniti adalah sasaran pelayanan kebidanan komunitas. Di dalam komuniti terdapat kumpulan individu yang membentuk keluarga atau kelompok masyarakat. Dan sasaran utama pelayanan kebidanan komunitas adalah ibu dan anak.
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya.
Ibu         :   pra kehamilan, kehamilan, persalinan, nifas dan masa interval.
Anak      :   meningkatkan kesehatan anak dalam kandungan, bayi, balita, pra sekolah dan sekolah.
Keluarga :  pelayanan ibu dan anak termasuk kontrasepsi, pemeliharaan anak, pemeliharaan ibu sesudah persalinan, perbaikan gizi, imunisasi dan kelompok usila (gangrep).
Masyarakat (community): remaja, calon ibu dan kelompok ibu.

Fokus/Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum (Meilani, Niken dkk, 2009 : 9).

4. TUJUAN KEBIDANAN KOMUNITAS


Pelayanan kebidanan komunitas adalah bagian dari upaya kesehatan keluarga. Kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan dari upaya kesehatan di masyarakat yang ditujukan kepada keluarga. Penyelenggaraan kesehatan keluarga bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera. Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jadi tujuan dari pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu. ( Syahlan, 1996 : 15 )

5. PHILOSOPHY KEBIDANAN KOMUNITAS

 Bahwa proses kehamilan dan persalinan adalah proses yang sangat wajar dan fisiologis sehingga asuhan yang diberikan meminimalkan intervensi dan tidak perlu di institusi
 Kebutuhan. Indvidu, wanita dan keluarga harus dihargai dan didukung.Kebutuhan tersebut berbeda-beda karena dipengaruhi. oleh lingk kepercayaan, sosial dan kultural
 Bahwa Pengalaman proses kehamilan dan persalinan bagi soleh wanita dan keluarga adalah berharga sehingga bidan komunitas harus menjaga supaya pengalaman tersebut menyenangkan
Setiap wanita berhak untuk menentukan melewati persalinan di tengah keluarga atau/kerabat
Asuhan er’kualitas adalah asuhan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dan menyeluruh dg melihat aspek lingkungan
 Informed choise dan informed consent
 Kehamilan dan persalinan berasal dr masyarakat dan ada di masyarakat

6. BEKERJA DI KOMUNITAS


Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan di luar rumah sakit dan merupakan bagian atau kelanjutan dari pelayanan kebidanan yang di berikan rumah sakit. Misalnya : ibu yang melahirkan di rumah sakit dan setelah 3 hari kembali ke rumah. Pelayanan di rumah oleh bidan merupakan kegiatan kebidanan komunitas.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas, kunjungan rumah dan melayani kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas.
Sebagai bidan yang bekerja di komunitas maka bidan harus memahami perannya di komunitas, yaitu :
Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan di luar rumah sakit dan merupakan bagian atau kelanjutan dari pelayanan kebidanan yang di berikan rumah sakit. Misalnya : ibu yang melahirkan di rumah sakit dan setelah 3 hari kembali ke rumah. Pelayanan di rumah oleh bidan merupakan kegiatan kebidanan komunitas.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas, kunjungan rumah dan melayani kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas.

Sebagai bidan yang bekerja di komunitas maka bidan harus memahami perannya di komunitas, yaitu :

1. Sebagai Pendidik

Dalam hal ini bidan berperan sebagai pendidik di masyarakat. Sebagai pendidik, bidan berupaya merubah perilaku komunitas di wilayah kerjanya sesuai dengan kaidah kesehatan. Tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan di komunitas dalam berperan sebagai pendidik masyarakat antara lain dengan memberikan penyuluhan di bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu, anak dan keluarga. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti ceramah, bimbingan, diskusi, demonstrasi dan sebagainya yang mana cara tersebut merupakan penyuluhan secara langsung. Sedangkan penyuluhan yang tidak langsung misalnya dengan poster, leaf let, spanduk dan sebagainya.

2. Sebagai Pelaksana (Provider)


Sesuai dengan tugas pokok bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada komunitas. Disini bidan bertindak sebagai pelaksana pelayanan kebidanan. Sebagai pelaksana, bidan harus menguasai pengetahuan dan teknologi kebidanan serta melakukan kegiatan sebagai berikut :

1) Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pra perkawinan.
2) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas, menyusui dan masa interval dalam keluarga.
3) Pertolongan persalinan di rumah.
4) Tindakan pertolongan pertama pada kasus kebidanan dengan resiko tinggi di keluarga.
5) Pengobatan keluarga sesuai kewenangan.
6) Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi.
7) Pemeliharaan kesehatan anak balita.

3. Sebagai Pengelola

Sesuai dengan kewenangannya bidan dapat melaksanakan kegiatan praktek mandiri. Bidan dapat mengelola sendiri pelayanan yang dilakukannya. Peran bidan di sini adalah sebagai pengelola kegiatan kebidanan di unit puskesmas, polindes, posyandu dan praktek bidan. Sebagai pengelola bidan memimpin dan mendayagunakan bidan lain atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah.
Contoh : praktek mandiri/ BPS

4. Sebagai Peneliti

Bidan perlu mengkaji perkembangan kesehatan pasien yang dilayaninya, perkembangan keluarga dan masyarakat. Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotersis dan hasil analisanya. Sehingga bila peran ini dilakukan oleh bidan, maka ia dapat mengetahui secara cepat tentang permasalahan komuniti yang dilayaninya dan dapat pula dengan segera melaksanakan tindakan.

5. Sebagai Pemberdaya

Bidan perlu melibatkan individu, keluarga dan masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang terjadi.  Bidan perlu menggerakkan individu, keluarga dan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.

6. Sebagai Pembela klien (advokat)

Peran bidan sebagai penasehat didefinisikan sebagai kegiatan memberi informasi dan sokongan kepada seseorang sehingga mampu membuat keputusan yang terbaik dan memungkinkan bagi dirinya.

7. Sebagai Kolaborator
Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain baik lintas program maupun sektoral.

8. Sebagai Perencana
Melakukan bentuk perencanaan pelayanan kebidanan individu dan keluarga serta berpartisipasi dalam perencanaan program di masyarakat luas untuk suatu kebutuhan tertentu yang ada kaitannya dengan kesehatan. (Syafrudin dan Hamidah, 2009 )

Dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat bidan sewaktu – waktu bekerja dalam tim, misalnya kegiatan Puskesmas Keliling, dimana salah satu anggotanya adalah bidan.

7. JARINGAN KERJA


Beberapa jaringan kerja bidan di komunitas yaitu Puskesmas/ Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu, BPS,  Rumah pasien, Dasa Wisma, PKK. (Syahlan, 1996 : 235)

Di puskesmas bidan sebagai anggota tim bidan diharapkan dapat mengenali kegiatan yang akan dilakukan, mengenali dan menguasai fungsi dan tugas masing – masing,    selalu berkomunikasi dengan pimpinan dan anggota lainnya, memberi dan menerima saran serta turut bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan tim dan hasilnya.

Di Polindes, Posyandu, BPS dan rumah pasien, bidan merupakan pimpinan tim/ leader di mana bidan diharapkan mampu berperan sebagai pengelola sekaligus pelaksana kegiatan kebidanan di komunitas. (Meilani, dkk, 2009 : 11)

Dalam jaringan kerja bidan di komunitas diperlukan kerjasama lintas program dan lintas sektor. Kerjasama lintas program merupakan bentuk kerjasama yang dilaksanakan di dalam satu instansi terkait, misalnya : imunisasi, pemberian tablet FE, Vitamin A, PMT dan sebagainya. Sedangkan kerjasama lintas sektor merupakan kerjasama yang melibatkan institusi/ departemen lain, misalnya : Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan sebagainya.








8. VISI MASYARAKAT SEHAT DAN MANDIRI MENUJU INDONESIA SEHAT 2010 SEBAGAI LANDASAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS
1. Visi Indonesia Sehat 2010

Terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan sehat, mempunyai perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah RI.

MISI
Meningkatkan status kesehatan perorangan, keluarga, komunitas dan masyarakat
Menanggulangi berbagai masalah kesehatan masyarakat prioritas
Menyelenggarakan berbagai program kesehatan masyarakat yang inovatif, efektif dan efisien.
Meningkatkan peranserta dan kemandirian masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan
Menggalang berbagai potensi untuk penyelenggaraan program kesehatan masyarakat

TUJUAN
Meningkatnya status kesehatan perorangan, keluarga, komunitas dan masyarakat.
Tertanggulanginya berbagai masalah kesehatan masyarakat prioritas.
Terselenggaranya berbagai program kesehatan masyarakat yang inovatif, efektif dan efisien.
Meningkatnya peran serta dan kemandirian perorangan, keluarga dan komunitas dalam pemeliharaan kesehatan.
Terhimpunnya sumberdaya dari masyarakat dalam mendukung penyelenggatraan progtram kesehatan masyarakat.
Terlibatnya secara aktif berbagai pelaku dalam peningkatan derajat dan penyelenggaraan program kesehatan masyarakat.

SASARAN

Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan keluarga.
Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan komunitas.
Terpelihara dan meningkatnya status gizi masyarakat.
Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan jiwa masyarakat.
Meningkatnya jumlah dan cakupan pemeliharaan kesehatan dengan pembiayaan pra upaya.
Pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu dan terjangkau.
Peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam pembiayaan program kesehatan masyarakat.
Pengembangan tenaga kesehatan yang profesional yang sadar biaya dan sadar mutu masyarakat yang inovatif, efektif dan efisien.
Pemantapan kemitraan dan kerjasama lintas sektoral dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat
Pengutamaan kelompok sasaran rentan keluarga miskin dan pengarus-utamaan gender. Pengutamaan daerah terpencil, perbatasan dan rawan bencana.
Penyelarasan program dengan perkembangan tantangan dan komitmen global
Pemantapan pemberdayaan dan kemandirian keluarga komunitas dan masyarakat.
Penerapan tehnologi tepat guna, bantuan teknis dan pendampingan.
Pengembangan penelitian untuk dukungan program.
Peningkatan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan program kesehatan masyarakat.

9. STRATEGI PELAYANAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS


A. PENDEKATAN EDUKATIF DALAM PERAN SERTA MASYARAKAT.

Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan berawal dari pola hidup masyarakat yang tidak lepas dari faktor lingkungan, adat istiadat, ekonomi, sosial budaya dll. Sebagian masalah komunitas merupakan hasil perilaku masyarakat sehingga perlu melibatkan masyarakat secara aktif. Keberadaan kader kesehatan dari masyarakat sangat penting untuk meningkatkan rasa percaya diri masyarakat terhadap kemampuan yang mereka miliki.

1. Definisi

a. Secara umum

Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, terencana dan terarah dengan partisipasi aktif individu, kelompok, masyarakat secara keseluruhan untuk memecahkan masalah yang dirasakan masyarakat dengan mempertimbang
kan faktor sosial, ekonomi dan budaya setempat.
b. Secara khusus
Merupakan model dari pelaksanaan organisasi dalam memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat dengan pendekatan pokok yaitu pemecahan masalah dan proses pemecahan masalah tersebut.

2. Tujuan pendekatan edukatif

a. Memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat yang merupakan masalah kebidanan komunitas.

b. Kembangkan kemampuan masyarakat, hal ini berbeda dengan memecahkan masalah yang dihadapi atas dasar swadaya sebatas kemampuan.

3. Strategi dasar pendekatan edukatif

a. Mengembangkan provider

Perlu adanya kesamaan persepsi dan sikap mental positif terhadap pendekatan yang ditempuh serta sepakat untuk mensukseskan.

Langkah-langkah pengembangan provider

1) Pendekatan terhadap pemuka atau pejabat masyarakat.

Bertujuan untuk mendapat dukungan, sehingga dapat menentukan kebijakan nasional atau regional. Bentuknya pertemuan perorangan, dalam kelompok kecil, pernyataan beberapa pejabat yang berpengaruh.

2) Pendekatan terhadap pelaksana dari sektor diberbagai tingkat administrasi sampai dengan tingkat desa.

Tujuan yang akan dicapai adalah adanya kesepahaman, memberi dukungan dan merumuskan kebijakan serta pola pelaksanaan secara makro. Berbentuk lokakarya, seminar, raker, musyawarah.

3) Pengumpulan data oleh sektor kecamatan/desa

Merupakan pengenalan situasi dan masalah menurut pandangan petugas/provider. Macam data yang dikumpulkan meliputi data umum , data khusus dan data perilaku.

b. Pengembangan masyarakat

Pengembangan masyarakat adalah menghimpun tenaga masyarakat untuk mampu dan mau mengatasi masalahnya sendiri secara swadaya sebatas kemampuan. Dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat untuk menentukan masalah, merecanakan alternatif, melaksanakan dan menilai usaha pemecahan masalah yang dilaksanakan. Langkah– langkahnya meliputi pendekatan tingkat desa, survei mawas diri, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian serta pemantapan dan pembinaan

B. PELAYANAN YANG BERORIENTASI PADA KEBUTUHAN MASYARAKAT.


Proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan dan tentukan prioritas dari kebutuhan tersebut serta mengembangkan keyakinan masyarakat untuk berusaha memenuhi kebutuhan sesuai skala prioritas berdasarkan atas sumber – sumber yang ada di masyarakat sendiri maupun berasal dari luar secara gotong royong. Terdiri dari 3 aspek penting meliputi proses, masyarakat dan memfungsikan masyarakat.

Terdiri dari 3 jenis pendekatan :

1. Specifict Content Approach

Yaitu pendekatan perorangan atau kelompok yang merasakan masalah melalui proposal program kepada instansi yang berwenang.

Contoh : pengasapan pada kasus DBD

2. General Content objektive approach

Yaitu pendekatan dengan mengkoordinasikan berbagai upaya dalam bidang kesehatan dalam wadah tertentu.

Contoh : posyandu meliputi KIA, imunisasi, gizi, KIE dsb.

3. Proses Objective approach

Yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada proses yang dilaksanakan masyarakat sebagai pengambil prakarsa kemudian dikembangkan sendiri sesuai kemampuan.

Contoh : kader

C. MENGGUNAKAN ATAU MEMANFAATKAN FASILITAS DAN POTENSI YANG ADA DI MASYARAKAT.
Masalah kesehatan pada umumnya disebabkan rendahnya status sosial – ekonomi yang akibatkan ketidaktahuan dan ketidakmampuan memelihara diri sendiri (self care) sehingga apabila berlangsung terus akan berdampak pada status kesehatan keluarga dan masyarakat juga produktivitasnya.

1. Definisi

a. Usaha membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat, membantu menumbuhkan kemampuan orang, berkomunikasi dan menguasai lingkungan fisiknya.

b. Pengembangan manusia yang tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi dan kemampuan manusia mengontrol lingkungannya.

2. Langkah - langkah

a. Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan dimanfaatkan

b. Tingkatkan mutu potensi yang ada

c. Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada.

d. Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

3. Prinsip - prinsip dalam mengembangkan masyarakat

a. Program ditentukan oleh atau bersama masyarakat.

b. Program disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

c. Dalam pelaksanaan kegiatan harus ada bimbingan, pengarahan, dan dorongan agar dari satu kegiatan dapat dihasilkan kegiatan lainnya.

d. Petugas harus bersedia mendampingi dengan mengambil fungsi sebagai katalisator untuk mempercepat proses.

4. Bentuk - bentuk program masyarakat

a. Program intensif yaitu pengembangan masyarakat melalui koordinasi dengan dinas terkait/kerjasama lintas sektoral.

b.Program adaptif yaitu pengembangan masyarakat hanya ditugaskan pada salah satu instansi/departemen yang bersangkutan saja secara khusus untuk melaksanakan kegiatan tersebut/kerjasama lintas program

c. Program proyek yaitu pengembangan masyarakat dalam bentuk usaha – usaha terbatas di wilayah tertentu dan program disesuaikan dengan kebutuhan wilayah tersebut.

BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN


Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan

Sasaran pelayanan kebidanan komunitas Individu (ibu dan anak), keluarga dan masyarakat.

Tujuan dari pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu
Bidan berperan sebagai pendidik, pengelola, pelaksana, peneliti, pemberdaya, advokat, kolaborator dan perencana.
Jaringan kerja kebidanan komunitas antara lain puskesmas/ puskesmas pembantu dimana bidan sebagai anggota tim, bisa juga di Polindes, Posyandu, BPS ataupun rumah pasien sebagai pemimpin tim sekaligus sebagai pengelola dan pelaksana.
visi Indonesia Sehat 2010 !
Terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan sehat, mempunyai perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah RI.
DAFTAR PUSTAKA

Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter
Bidan. Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal Essensial. 2008.
Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unice