KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS,
BAYI DAN BALITA dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYIBBLR, ASFIKSIA, SINDROM
GANGGUAN PERNAFASAN, PERDARAHAN TALI PUSAT DAN IKTERUS” ini dapat
terselesaiakan semaksimal mungkin, walaupun mengalami brbagai kesulitan.
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu, bukan karena usaha
dari kami selaku penulis, melainkan banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah
membantu kami baik itu dosen kami dan semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami selaku
penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan tugas kami selanjutnya.
Demikian kami selaku penulis makalah, mohon maaf bila dalam pembuatan makalah
ini ada hal-hal yang kurang berkenan. Semoga makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.
Yogyakarta, 10 Juni 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir
yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr (sampai
dengan 2.499 gram). Bertahun-tahun lamanya bayi baru lahir berat badannya
kurang atau sama dengan 2500 gram disebut bayi prematur. Pembagian menurut
berat badan ini sangat mudah tetapi tidak memuaskan. Lama kelamaan ternyata
bahwa morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya tergantung pada berat
badannya, tetapi juga pada maturitas bayi itu.
Gruenuozid mengatakan bahwa bila digunakan definisi
yang lama 30% - 40% dari bayi perempuan sebenarnya sudah mempunyai masa gestasi
37-38 minggu. Selain itu di negera yang masih berkembang batas 2500 gr sebagai
bayi prematur. Mungkin terlalu tinggi karena berat badan lahir yang rata-rata
yang lebih rendah.
Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini
merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat bayi baru lahir terhadap kehidupan extra
uterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Dragc and Berendes 1966
yang mendapatkan bahwa scor apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi.
terpenting yang dapat menghambat bayi baru lahir terhadap kehidupan extra
uterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Dragc and Berendes 1966
yang mendapatkan bahwa scor apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi.
Hasil Survey di RSUD dapat diketahui angka kejadian
asfiksia berat pada periode 2007 sebanyak 160 dari angka kelahiran hidup
10.000, sehingga didapat angka kejadian asfiksia berat sebesar 1,6 %.
Penyebab utama kematian bayi baru lahir / neonatal (0
- 1 bulan) di Indonesia menurut hasil survei kesehatan Nasional 2001 dan kasus
asfiksia ini merupakan kasus no. 2 dari penyebab kematian bayi sebesar 25 %.
Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih
dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot
pernapasan pada inspirasi.
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah
60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28
minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada
bayi cukup bulan (matur). Insidens pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi
dari pada bayi kulit hitam dan sering lebih terjadi pada bayi laki-laki
daripada bayi perempuan (Nelson, 1999). Selain itu, kenaikan frekuensi juga
ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah
uterus selama kehamilan, misalnya : Ibu penderita diabetes, hipertensi,
hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.
Tali pusat atau funiculus umbilicalis adalah saluran
kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Dikatakan saluran kehidupan karena
saluran inilah yang selama kehamilan menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke
janin. Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga
harus dipotong dan diikat atau dijepit.
Waktu terbaik untuk pengikatan
tali pusat telah menjadi perdebatan selama beberapa dasawarsa dan definisi
pengikatan tali pusat dini serta tertunda bervariasi. Namun saat ini, menurut
ulasan kolaborasi Cochrane sebagian besar peneliti mendefinisikan pengikatan
tali pusat dini bila dilakukan dalam 15 detik setelah lahir, sedangkan tertunda
jika dilakukan 45 detik sampai 5 menit setelah lahir dimana pada rentang waktu
tersebut terjadi perpindahan darah yang bermakna dari plasenta ke bayi
(Kusmiyati, 2009).
Ikterik merupakan salah satu dari
beberapa masalah yang sering timbul baik pada bayi baru lahir maupun pada bayi.
Peran bidan dan masyarakat atau ibu adalah bagian penting dalam mengatasi
masalah bayi, oleh karena bidan
dan ibu harus dapat melakukan
penanganan dan mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut, khususnya
masalah neonatus dan bayi yang ikterus. Gejala ini sangat umum terjadi pada
bayi baru lahir antara usia satu sampai tujuh hari. Bahkan ada sekitar 60% pada
bayi yang lahir cukup bulan dan 80% pada bayi yang lahir kurang bulan.
B. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Diharapkan
setelah membaca makalah ini, kita dapat menambah pengetahuan secara detail dan
dapat menerapkan Asuhan Kebidanan pada bayi dengan BBLR, Asfiksia, Sindrom
Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali Pusat dan Ikterik.
2. Tujuan
Khusus
Diharapkan
setelah membaca makalah ini, dapat :
a. Memahami
pengertian BBLR, Asfiksia, Sindrom Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali Pusat
dan Ikterik.
b. Memahami
penyebab BBLR, Asfiksia, Sindrom Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali Pusat dan
Ikterik.
c. Memahami
tanda dan gejala BBLR, Asfiksia, Sindrom Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali
Pusat dan Ikterik.
d. Memahami
cara penanganan dan pentalaksanaan Asuhan Kebidanan pada bayi dengan BBLR,
Asfiksia, Sindrom Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali Pusat dan Ikterik.
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN
KEBIDANAN PADA BAYI BERAT LAHIR RINGAN ( BBLR)
A. Pengertian
BBLR
BBLR adalah berat badan bayi lahir yang kurang dari
2500 gr, karena kehamilan kurang dari 37 minggu atau umur kehamilan cukup bulan
tetapi berat badan bayi kurang dari 2500 gr.
BBLR adalah bayi yang lahir berat badan < 2500 gram
(Dep Kes RI, 2002 : 23)
Pada kongres “Europgen Perinatal Medicine ke-2 di
London (1970)” telah diusulkan definisi sebagai berikut :
1. Bayi kurang
bulan adalah bayi yang masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari)
2. Bayi cukup
bulan ialah bayi dengan masa kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu (59-295 hari)
3. Bayi lebih
bulan ialah bayi dengan masa kehamilan 42 minggu atau lebih.
Dari pengertian diatas BBLR dapat dibagi 2 golongan
yaitu :
a. Prematur
murni
Masa gestasi
< 37 minggu, BB sesuai untuk masa gestasi, atau bisa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b. Dismatur
Bayi lahir
dengan berat badan kurang dari seharusnya untuk masa gestasi. Berarti bayi
mengalami telat dari pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk
masa kehamilan.
B. Penyebab BBLR
1. Faktor Ibu
a. Gizi saat
hamil kurang
b. Umur < 20
tahun / lebih 35 tahun
c. Jarak
kehamilan dan bersalin terlalu dekat.
d. Ibu pendek,
tinggi badan < 150 cm
e. Penyakit menahun
ibu, hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok dan narkotik.
2. Faktor
kehamilan
a. Kehamilan
hidramnion
b. Hamil ganda
c. Perdarahan
antepartum
d. Komplikasi
kehamilan, preeklamsi, KPD
3. Faktor janin
a. Cacat bawaan
b. Infeksi dalam rahim
c. Gangguan metabolisme pada janin.
4. Faktor lain
a. Radiasi
b. Bahan heterogen/ karsinogenik.
C. Tanda dan
Gejala BBLR
1. Sistem
pernafasan
a. Apnea
b. Ritme dan
dalamnya pernafasan cenderung tidak teratur
c. Timbul
sianosis
d. Frekuensi
nafas 60-80 x/menit
2. Sistem
sirkulasi
a. Kerja
jantung lemah dan lamba
b. Cenderung
ditemukan aritmie
c. Nadi antara
100-160 x/menit
d. Tekanan
darah rendah (sistole 45-60, diastole 30-45 mmHg)
e. Sirkulasi
perifer seringkali buruk dan dinding pembuluh darah lemah.
3. Pengendali
suhu
Suhu tubuh
cenderung sub normal karena produksi panas yang buruk dan peningkatan
kehilangan panas.
4. Sistem
pencernaan
a. Reflek
menghisap dan menelan lemah
b. Sering
terjadi regurgitasi
5. Sistem
urinaria
a. Urin sedikit
b. GFR
(flumerulus Filtrate Rate) menurun
c. Sering
terjadi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
6. Sistem
persyarafan
a. Tangisan
lemah
b. Pusat
pengendali fungsi vital kurang berkembang
c. Sulit
dibangunkan.
7. Sistem
Genetal
a. Genetal
kecil
b. Pada
laki-laki, testis masih terdapat dalam abdomen, kanalis ingunalis atau skrotum
c. Pada wanita,
labia minor tidak ditutupi oleh labia mayor.
8. Sebelum bayi
lahir
a. Pada
anemnese sering kali dijumpai adanya riwayat abortus,partus prematurus dan
lahir mati
b. Pembesaran
uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan
c. Pertumbuhan
BB ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya.
9. Setelah
lahir
a. Bayi
prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu jaringan lemak bawah kulit
sedikit, tulang tengkorak lunak mudah bergerak, abdomen buncit, menangis lemah,
kulit tipis, mudah dan transparan.
b. Bayi
prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya karena itu sangat
peka terhadap gangguan pernafasan dan hipotermi.
D. Pemeriksaan
Penunjang
a. Hb/ Ht
menurun
b. Serum
glukosa menurun
c. Elektrolit
(Na, K, Cl) dalam batas normal
d. BGA,
asidosis
e. Trombositopenia
f.
Serum
kalsium turun.
E. Komplikasi
Beberapa
penyakit yang ada hubungannya dengan bayi prematur yaitu :
a. Sindrom
gangguan pernapasan idiopatik disebut juga penyakit membran hialin karena pada
stadium terakhir akan terbentuk membran hialin yang melapisi alveoulus paru.
b. Pneumonia
Aspirasi
Disebabkan
karena infeksi menelan dan batuk belum sempurna, sering ditemukan pada bayi
prematur.
c. Perdarahan
intra ventikuler
Perdarahan
spontan diventikel otot lateral biasanya disebabkan oleh karena anoksia otot.
Biasanya terjadi kesamaan dengan pembentukan membran hialin pada paru. Kelainan
ini biasanya ditemukan pada atopsi.
d. Hyperbilirubinemia
Bayi
prematur lebih sering mengalami hyperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi
cukup bulan. Hal ini disebabkan faktor kematangan hepar sehingga konjungtiva
bilirubium indirek menjadi bilirubium direk belum sempurna.
e. Masalah suhu
tubuh
Masalah ini
karena pusat pengeluaran nafas badan masih belum sempurna. Luas badan bayi
relatif besar sehingga penguapan bertambah. Otot bayi masih lemah, lemak kulit
kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan. Kemampuan metabolisme panas
rendah, sehingga bayi BBLR perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak
kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan sekitar (36,5 – 37,5 0C)
(Manuaba,
1998 : 328)
F. Penatalaksanaan
Dengan
memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinan yang terjadi pada bayi
prematur, maka perawatan dan pengawasan bayi prematur ditujukan pada pengaturan
nafas pemberian makanan bayi dan menghindari infeksi.
1. Pengaturan suhu badan bayi prematur
/ BBLR
Bayi
prematur harus dirawat pada incubator sehingga panas badannya mendekati dalam
rahim.
2. Makanan pada bayi prematur
Alat
pencernaan bayi prematur belum sempurna sehingga pemberian minum secara
bertahap. Sekitar 3 jam setelah lahir dengan didahului menghisap cairan
lambung, ASI merupakan makanan paling utama sehingga ASI lah yang paling dahulu
diberikan dengan diminumkan melalui sendok sedikit demi sedikit atau dengan
memasang sonde lambung. (Manuaba, 1998 : 238).
3. Bayi mudah terjadi pneomonia
aspirasi, maka pemberian minum pada bayi BBLR dilakukan dengan :
a. Bayi diletakkan pada sisi kanan atau
posisi setengah duduk di pangkuan perawat/ ibu atau posisi tidur dengan kepala
dan bahu ditinggikan 300 untuk membantu pengosongan lambung.
b. Sebelum susu diberikan, diteteskan
dulu di punggung tangan untuk merasakan apakah susu cukup hangat dan keluarnya
satu tetes setiap detik.
c. Pada waktu minum harus diperhatikan
apakah ada tanda-tanda gangguan pernafasan atau perut kembung.
ASUHAN KEBIDANANAN PADA BAYI
DENGAN ASFIKSIA
A. Pengertian
Asfiksia
Asfiksia Neonatorum adalah
keadaan dimana bayi tidak dapat benafas secara spontan dan segera setelah lahir
yang disertai dengan keadaan hipoksia hyperkanoe dan berakhir dengan asidosis.
Asfiksia berarti hipoksia
yang progesif, penimbunan CO2 dan asidosis.
Asfiksia berat adalah BBL
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sampai apnoe.
Asfiksia neonaturum adalah
adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2
dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
B.
Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya Asfiksia
1. Faktor
Maternal
Faktor yang dapat menyebabkan asfiksia adalah :
a. Penyakit
kronis
b. Perdarahan
ante partum Penyakit infeksi
c. Ketuban
pecah dini
2. Faktor
Neonatal
Faktor neonatal yang dapat menyebabkan asfiksia adalah :
a. Kelainan
letak
b. Distorcia
c. Hidramnion
d. Lahir
prematur
e. Berat
Badan Lahir rendah (BBLR)
f. Ketuban
bercampur mekonium
3. Faktor
tali pusat
a. Kelainan
tali pusat
b. Tali pusat
pendek
4. Faktor
placenta
a. Solutio
placenta
C. Karakteristik
dan Tanda-tanda Gejaia Bayi dengan Asfiksia
1. Asfiksia
Ringan
APGAR Score : 6
Refleks :
Moro (+) baik
Grafing (+) baik
Menghisap(+) baik
2. Asfiskia
Berat
APGAR Score : 4 - 6
Refleks : Moro(+) baik
Grafing
(+) baik
Menghisap(+) baik
3. Asfiksia
Berat
APGAR Score : 0-3
Refleks : Moro lemah
Grafing lemah
Menghisap lemah
D. Penanganan
Asfiksia
1. Bila janin
kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbullah rangsangan terhadap nervus
vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi maka
timbulah kini rangsang
dari nervus vagus simpatikus sehingga mengakibatkan DJJ
menjadi lebih cepat, akhirnya ireguler dan menghilang. Secara klinis
tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160 x/menit atau kurangdari 100 x/menit, halus dan ireguler serta adanya
pengeluaran mekonium.
2. Kekurangan
O2 juga merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
3. Janin akan
mudah mengadakan pernafasan intra uterine dan apabila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam para. ronkus tersumbat dan akan terjadi atelektasis
bila janin lahir alveoli tidak berkembang.
E.
Penatalaksanaan
Asfiksia
1. Mencegah
Kehilangan Panas
a. Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat
meletakkan bayi hangat.
b. Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi
dikeringkan dengan menggunakan
handuk atau selimut
hangat (Apabila diperlukan penghisapan lendir mekonium, dianjurkan untuk
menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap dari trakhea)
c. Untuk bayi yang sangat kecil (BB kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu
ruangan sangat dingin dianjurkan untuk menutup bayi dengan sehelai plastik
tipis yang tembus pandang.
2. Meletakkan bayi dalam posisi yang
benar
a. Bayi diletakkan terlentang di alas
yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi)
b. Untuk mempertahankan leher agar
tetap tengadah, letakkan handuk atau selimut
yang digulung dibawah bahu
bayi, sehingga bahu terangkat % sampai 1 inci (2-3 cm)
3. Membersihkan jalan nafas
a. Kepala bayi dimiringkan agar cairan
berkumpul dimulut dan tidak difaring bagian belakang.
b. Mulut dibersihkan dahulu dengan
maksud :
1) Cairan tidak teraspirasi
2) Hisapan pada hidung akan menimbulkan
penafasan megap-megap (gasping)
3) Apabila mekonium
kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan
penghisapan dari trakhea dengan menggunakan pipa endotrakhea (pipa ET)
4. Menilai bayi
Penilaian
bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup
bayi
a. Usaha
bernafas
b. Frekuensi denyut jantung
c. Warnakulit
5. Menilai
usaha bernafas
a. Apabila bayi bernafas spontan dan
memadai lanjutkan dengan menilai frekuensi denyut jantung
b. Apabila bayi
mengalami apnu atau sukar
bernafas dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau
menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-gosok
punggung bayi sambil memberikan oksigen
c. Apabila setelah beberapa detik tidak
terjadi reaksi atas rangsangan taktil, mulailah pemberian VTP (Ventilasi
Tekanan Positif)
d. Pemberian oksigen harus
berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung oksigen). Kecepatan aliran
oksigen paling sedikit 5 liter/menit, apabila sungkup tidak tersedia oksigen
100% persen diberikan melalui pipa yang ditutupi tangan diatas muka bayi dan
aliran oksigen tetap terkonsentrasi pada muka bayi. Untuk mencegah kehilangan
panas dan pengeringan mukosa saluran nafas,
oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan dilembabkan melalui
pipa berdiameter besar.
6. Menilai
frekuensi denyut jantung bayi
a. Segera
setelah bayi lahir, segera lakukan penilaian frekuensi denyut jantung bayi
b. Apabila frekuensi denyut jantung
bayi kurang dari 100 x/menit, walaupun bayi bernafas spontan. menjadi indikasi
untuk dilakukan VTP
7. Menilai
warna kulit bayi
a. Penilaian
warna kulit diiakukan apabila bayi benafas apontan dan frekuensi denyut jantung
bayi lebih dari 100 x/menit.
b. Apabila terdapat sianosis sentral,
oksigen tetap diberikan.
c. Apabila
terdapat sianosis perifer, oksigen
tidak perlu diberikan. Sianosis perifer disebabkan oleh
karena peredaran darah yang masih lamban.
8.
Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
a. VTP
dilakukan dengan sungkup dan balon resusitasi atau dengan sungkup dan tabung.
b. Kecepatan ventilasi 40-60 kali/menit
c. Tekanan
ventilasi untuk nafas pertama 30-40 cm H2O setelah nafas pertama
memburuhkan tekanan 15-20 cm H2O.
d. Suara nafas
didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas dikedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang bena Apabila
dengan tahapan diatas dada
bayi masih tetap kurang berkembang,
sebaiknya dilakukan inkubasi endotrakheal (ET) dan ventilasi pipa
ET-balon.
9. Menilai
frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP
a. Frekuensi
denyut jantung bayi dinilai setelah selesai
melakukan
ventilasi 15-20 detik pertama.
ventilasi 15-20 detik pertama.
b. Frekuensi
denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori yaitu :
1) Lebih dari 100 x/menit
2) Antara
60-100 x/menit
3) Kurang dari
60 x/menit
c. Apabila frekuensi
denyut jantung bayi > 100 x/menit bayi mulai bernafas
spontan. Dilakukan rangsangan taktil untuk
merangsang frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan dan oksigen
arus bebas diberikan, jika wajah bayi tampak merah oksigen dapat
dikurangi secara bertahap. Apabila pernafasan spontan dan adekuat terjadi
lanjutkan VTP.
d. Apabila
frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 x/menit. VTP dilanjutkan dengan
memantau frekuensi denyut jantung bayi. Apabila frekuensi denyut jantung bayi
< 60 x/menit, dimulai kompresi dada bayi.
e. Apabila
frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit, VTP dilanjutkan, periksa
ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan benar 100% segera dimulai
kompresi dada bayi
10. Memasang Kateter orogastrik
a. VTP balon
dan sungkup lebih lama dari 2 menit harus dipasang
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, karena selama ventilasi udara dari orofaring dapat masuk ke oesofagus dan lambung
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, karena selama ventilasi udara dari orofaring dapat masuk ke oesofagus dan lambung
b. Alat yang
dipakai adalah pipa orogastrik no. 8F semprit 20 ml.
11. Kompresi dada
a. Kompresi
dada dilakukan 1/3 bagian bawah tulang dada dibawah garis khayal yang dapat
menghubungkan kedua puting susu bayi, hati-hati jangan menekan prosesus
sifadeus
b. Rasio
kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit adalah 90 kompresi dada dan 30
ventilasi (3 : 1). Dengan demikian kompresi dada
dilakukan 3 kali dalam 1,5 detik dan Vi detik untuk ventilasi 1 kali.
12. Memberikan
obat-obatan
Obat-obatan diberikan apabila :
a. Frekuensi
jantung bayi tetap dibawah 60 permenit walaupun telah dilakukan ventilasi
adekuat (dengan oksigen 100%). Dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik
atau frekuensi jantung nol.
b. Dosis obat
didasarkan pada berat bayi (ditaksis)
c. Vena
umbilikus adalah tempat yang dipilih untuk pemberian obat
d. Epinefrin
ialah obat pertama yang diberikan. Dosis
0,1 - 0,3 ml/kg BB untuk larutan berkadar 1 : 10.000
diberikan IV atau melalui pipa endotrakeal
e. Volume
expanders digunakan
untuk menanggulangi efek
hipovolemia. Dosis 10 ml/kg BB diberikan intra vena (IV) dengan kecepatan
pemberian selama waktu 5 sampai 10 menit
13. Keputusan
untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal
a. Resusitasi
kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit tindakan resusitasi
dilakukan tidak ada respon dari bayi.
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI
DENGAN SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN
A. Pengertian
Sindrom Gangguan Pernafasan
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom
gawat napas (Respiratory Distress
Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada
neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini biasanya
juga dikenal dengan nama Hyaline membrane
disease (HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada
penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih
dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot
pernapasan pada inspirasi.
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan
usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu,
semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah pula kejadian RDS atau sindrome gangguan napas.
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80%
terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu,
15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi
cukup bulan (matur). Insidens pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari
pada bayi kulit hitam dan sering lebih terjadi pada bayi laki-laki daripada
bayi perempuan (Nelson, 1999). Selain itu, kenaikan frekuensi juga ditemukan
pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus
selama kehamilan, misalnya : Ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi,
seksio serta perdarahan antepartum.
B. Penyebab Sindrome Gangguan Pernapasan
Sindrom
gangguan pernapasan dapat disebabkan karena :
1. Obstruksi
saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia koana bilateral)
2. Kelainan
parenkim paru (penyakit membran hialin, perdarahan paru-paru)
3. Kelainan di
luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)
C. Tanda dan
Gejala Sindrom Gangguan Pernapasan
Tanda dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering
disertai riwayat asfeksia pada waktu lahir atau gawat janin pada akhir
kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya adalah :
a. Timbul
setelah 6-8 jam setelah lahir
b. Pernapasan
cepat/hiperapnea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60
kali/menit
c. Retraksi
interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
d. Sianosis
e. Grunting
(terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi
f. Takikardia yaitu nadi 170 kali/menit
D. Klasifikasi
Sindrom Gangguan Pernapasan
Sindrom
gangguan pernapasan terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Gangguan
napas berat
Dikatakan
gangguan napas berat bila :
Frekuensi
napas dari 60 kali/menit dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau
merintih saat ekspirasi
2. Gangguan
napas sedang
Dikatakan
gangguan napas sedang apabila :
Pemeriksaan
dengan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis
sentral
3. Gangguan
napas ringan
Dikatakan
gangguan napas ringan apabila :
Frekuensi
napas 60-90 kali/menit tanda tarikan dinding tanpa merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral
E. Penatalaksanaan pada Sindrome Ganguan Pernapasan
Bidan sebagai tenaga medis di lini terdepan diharapkan
peka terhadap pertolongan persalinan sehingga dapat mencapai well born baby dan
well health mother. Oleh karena itu bekal utama sebagai Bidan adalah :
1. Melakukan
pengawasan selama hamil
2. Melakukan
pertolongan hamil resiko rendah dengan memsnfaatkan partograf WHO
3. Melakukan
perawatan Ibu dan janin baru lahir
Berdasarkan kriteria nilai APGAR maka bidan dapat
melakukan penilaian untuk mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan
rujukan medik sehingga keselamatan bayi dapat ditingkatkan. Penatalaksanaan RDS
atau Sindrom gangguan napas adalah sebagai berikut:
1. Bersihkan
jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan kasa steril
2. Pertahankan
suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan kaki hangat
3. Atur posisi
bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas dengan leluasa
4. Apabila
terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut
5. Longgarkan pakaian bayi
6. Beri
penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke rumah sakit
7. Bayi rujuk
segera ke rumah sakit
Penatalaksanaan medik maka tindakan yang perlu
dilakukan adalah sebagsai berikut :
1. Memberikan
lingkungan yang optimal
2. Pemberian
oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang.
3. Pemberian
cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%) disesuaikan dengan berat badan
(60-125 ml/kgBB/hari) sangat diperlukan untuk mempertahankan homeostatis dan
menghindarkan dehidrasi
4. Pemberian
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
5. Pemberian
surfaktan oksig.
F. Cara Mencegah Terjadinya Sindrom Gangguan Pernapasan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah
pertumbuhan paru yang belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk
menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya
belu sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi
surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971) memperkenalkan suatu cara untuk
mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan
sfigomielin dalam cairan amnion.
Untuk mencegah sindrom gangguan pernapasan juga dapat
dilakukan dengan segera melakukan resusitasi pada bayi baru lahir, apabila bayi
:
1. Tidak
bernapas sama sekali/bernapas dengan mengap- mengap
2. Bernapas
kurang dari 20 kali/menit
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI
DENGAN PERDARAHAN TALI PUSAT
A. Pengertian
Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi
pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang
kurang baik atau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu,
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada
bayi.
B. Penyebab Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan
umbilkus, robekan pembuluh darah, setelah plcenta previa, dan abrupsio
placenta.
1. Robekan
umbilikus normal, yang biasanya terjadi karna :
a. Partus
presipitatus
b. Adanya
trauma ataulilitan tali pusat
c. Umbilikus
pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat
persalianan.
d. Kelalaian
penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau
plasenta sewaktu SC.
2. Robekan
umbilikus normal, biasanya terjhadi karna :
a. Adanya
hematoma pada umbilikus yang kemudian hematoma tersebut pecah, namun perdarahan
yang terjadi masuk kembali ke dalam
plasenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi karna dapat menimbulkan
kematian pada bayi.
b. Varises juga
dapat menyebabkan perdarahan ketika varises tersebut pecah.
c. Aneurisma
pembuluh darah pada umbilikus, yaitu terjadi pelebaran pembuluh darah setempat
saja karna salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran dinding
pembuluh darah. Pada aneurisma, pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuh
dan mudah pecah.
3. Robekan
pembuluh darah abnormal
Pada kasus robekan pembuluh darah umbilikus tanpa
adanya trauma, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomi
pembuluh darah seperti berikut ini :
a. Pembuluh
darah abdomen yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada
perlindungan jely wharton.
b. Insersi
velamentosa tali pusat, yaitu pecanya pembuluh darah pada percabangan tali
pusat sampai ke membran tempat masuknya plasenta. Umbilikus dengan kelainan
insersi ini sering terdapat pada kehamilan ganda.
c. Plasenta
multilobularis, perdarahan terjadi pada pembuluh darah yang menghubungkan
masing – masing lobus dengan jaringan plasenta karena bagian tersebut sangat
rapuh dan mudah pecah.
4. Perdarahan
akibat plasenta previa dan aprupsio plasenta
Perdarahan akibat placenta previa dan abrupsio
plasenta dapat membahayakan bayi. Plasenta previa cendrung menyebabkan anemia,
sedangkan pada kasus abrupsio plasenta lebih sering mengakibatkan kematian intrauterin
karena dapat terjadi anoreksia. Lakukan pengamatan plasenta dengan teliti untuk
menentukan adanya perdarahan pada bayi baru lahir dan lakukan pemeriksaan
hemoglobin secara berkala pada bayi barui lahir dengan kelainan placenta atau
dengan SC.
C. Gejala
perdarahan tali pusat
1. Ikatan tali pusat lepas atau klem pada tali pusat lepas tapi masih menempel
pada tali pusat.
2. Kulit di sekitar tali pusat memerah dan lecet.
3. Ada cairan yang keluar dari tali pusat. Cairan tersebut bisa berwarna
kuning, hijau, atau darah.
4. Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat.
D. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara
lain ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu
metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral (warfarin), obat-obat
antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin), obat-obat
antituberkulosis (INH, rifampicin), sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri
usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan), gangguan fungsi
hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi pada bayi yang
mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah
yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan
vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K yang
kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik.
E. Penatalaksanaan Perdarahan Tali Pusat
1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang
terjadi.
2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi pada
tali pusat, yaitu :
a. Jaga agar tali pusat tetap kering setiap saat. Kenakan popok di bawah tali
pusat.
b. Biarkan tali pusat terbuka, tidak tertutup pakaian bayi sesering mungkin.
c. Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan setiap kali Anda mengganti
popok. Gunakan kapas atau cotton bud dan cairan alkohol 70% yang dapat dibeli
di apotek.
d. Angkat tali pusat dan bersihkan tepat pada area bertemunya pangkal tali
pusat dan tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan menyakiti bayi Anda. Alkohol
yang digunakan tidak menyengat. Bayi akan menangis karena alkohol terasa
dingin. Membersihkan tali pusat dengan alkohol dapat membantu mencegah terjadinya
infeksi. Hal ini juga akan mempercepat pengeringan dan pelepasan tali pusat.
e. Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadi pendarahan lagi. Tali pusat
akan terlepas, dimana seharusnya tali pusat aka terlepas dalam waktu 1-2
minggu. Tapi, yang perlu diingat adalah jangan menarik tali pusat, walaupun
sudah terlepas setengah bagian.
f. Hindari penggunaan bedak atau losion di sekitar atau pada tali pusat.
3. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk
dilakukan rujukan. Hal ini dilakukan bila terjadi gejala berikut:
a. Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu.
b. Klem pada pangkal tali pusat terlepas.
c. Timbul garis merah pada kulit di sekitar tali pusat.
d. Bayi menderita demam.
e. Adanya pembengkakan atau kemerah-merahan di sekitar tali pusat.
f. Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat.
g. Timbulnya bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar tali pusat.
h. Terjadi pendarahan yang berlebihan pada tali pusat. Pendarahan melebihi
ukuran luasan uang logam.
i. Pendarahan pada tali pusat tidak berhenti walaupun sudah di tekan.
ASUHAN
KEBIDANAN PADA BAYI DENGAN IKTERIK
A. Pengertian
Ikterik
Ikterus ialah suatu gejala
yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah
suatu diskolorasi kuning pada kulit konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan
bilirubin. Gejala ini seringkali ditemukan terutama pada bayi kurang bulan atau
yang menderita suatu penyakit yang bersifat sismetik. (Abdoerrachman, H, dkk.1981 Kegawatan pada anak. Jakarta.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
B. Pendekatan Untuk Mengetahui Penyebab Ikterus Pada Neonatus
Etiologi ikterus pada neonatus
kadang-kadang sangat sulit untuk ditegakkan. Seringkali faktor etiologinya
jarang berdiri sendiri. Untuk memudahkan maka dapat dipakai pendekatan tertentu
dan yang mudah dipakai ialah menurut saat terjadinya ikterus :
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus yang terjadi
pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai
berikut :
a. Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
b. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, sifilis, dan kadang-kadang
bakteria)
c. Kadang-kadang oleh defisiensi enzim G6PD
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah :
a. Kadar bilirubin serum berkala
b. Darah tepi lengkap
c. Golongan darah ibu dan bayi
d. Tes coombs
e. Pemeriksaan strining defiensi enzim G6PD, biarkan darah
atau biopsi hepar bila perlu
2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir.
a. Biasanya ikterus fisiologik
b. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan
lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya
melebihi 5 mg % per 24 jam.
c. Defiensi enzim G6PD atau enzim eritrosit lain, juga masih mungkin.
d. Polisitemia
e. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subapeneurosis, perdarahan hepar,
subkapsula dan lainnya).
f. Hipoksia
g. Sfersitosis, eliptositosis dan lain-lain
h. Dehidrasi- asidosis
Pemeriksaan yang perlu dilakukan, Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat :
a. Pemeriksaan darah tepi
b. Pemeriksaan darah bilirubin berkala
c. Pemeriksaan skrining enzim G6PD
d. Pemeriksaan lain-lain dilakukan bila perlu
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
a. Biasanya karena infeksi (sepsis)
b. Dehidrasi dan asiolosis
c. Defisiensi enzim G6PD
d. Pengaruh obat-obat
e. Sindroma Criggler-najjar
f. Sindroma Gilbert
4. Ikterus yang timbul pada akhir mingu pertama dan selanjutnya
a. Biasanya karena ikterus obstruktif
b. Hipotiroidisme
c. “ Breast milk jaundice”
d. Infeksi
e. Hepatitis neonatal
f. Galaktosemia
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan :
a. Pemeriksaan bilirubin berkala
b. Pemeriksaan darah tepi
c. Skrining enzim G6PD
d. Biarkan darah, biopsi hepar bila ada indikasi
e. Pemeriksaan lain-lain yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab
C. Penatalaksanaan
1. Ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologik ialah :
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
b. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 10 mg % pada bayi cukup bulan dan
12,5 % pada bayi kurang bulan.
c. Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg % per hari
d. Ikterus yang sudah menetap sesudah 1 minggu pertama
e. Kadar bilirubin direk melebhi 1 mg %.
f. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patalogik lain yang telah diketahui.
2. Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi, pada masa
kehamilan dan kelahiran misalnya : Sulfafurazol, oksitosin dan lain-lain.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonates
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e. Imunisasi yang baik bangsal bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini
g. Pencegahan infeksi
3. Mengatasi Hiperbilirubinemia
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital. Fenobarbital
dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.
Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam
baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti, mungkin lebih bermanfaat bila
diberikan pada ibu ± 2 hari sebelum kelahiran bayi.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk tranportasi atau konjugasi. Contohnya
ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubin bebas. Albumin dapat diganti
dengan plasma dengan dosis 30 ml/kg BB. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi
hepar sebagai sumber energi.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah
dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan kadar bilirubin dengan
cepat. Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan tranfusi tukar
pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca
tranfusi tukar alat fototerapi dapat dibuat sendiri.
4. Pengobatan Umum
Pengobatan terhadap etiologi atau faktor-faktor
penyebab bagaimana mungkin dan perwatan yang baik. Hal-hal lain perlu
diperhatikan ialah : Pemberian makanan yang dini dengan cairan dan kalori cukup
dan iluminasi (penerangan) kamar dan bangsal bayi yang baik.
5. Tindak lanjut
Sebagai akibat
hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut
ini :
a. Evaluasi berkala pertumbuhan dan perkembangan
b. Evaluasi berkala pendengaran
c. Fisioterapi dan rehabilitas bila terdapat gejala sisa
6. Therapi Obat
a.
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk
menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya.
Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai
beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal
masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
b.
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
BBLR adalah berat badan bayi lahir yang kurang dari
2500 gr, karena kehamilan kurang dari 37 minggu atau umur kehamilan cukup bulan
tetapi berat badan bayi kurang dari 2500 gr.
Asfiksia Neonatorum adalah
keadaan dimana bayi tidak dapat benafas secara spontan dan segera setelah lahir
yang disertai dengan keadaan hipoksia hyperkanoe dan berakhir dengan asidosis.
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom
gawat napas (Respiratory Distress
Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada
neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995).
Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi
pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang
kurang baik atau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu,
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada
bayi.
Ikterus ialah suatu gejala
yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah
suatu diskolorasi kuning pada kulit konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan
bilirubin.
B.
Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak
terdapat kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca yang positif dan membangun, guna penyusunan makalah kami berikutnya
agar dapat tersusun lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Nanda, Nendria. 2012. Asuhan
Kebidanan Neonatus BBLR. ( Online ) Tersedia : http://nendria-nanda.blogspot.com/2012/05/askeb-neonatus-dengan-bblr.html
Ningrahayu, Dwi. 2012.
Asuhan Kebidanan Pada Bayi dengan Asfiksia. ( Online ) Tersedia : http://dwiningrahayu.blogspot.com/2012/11/asuhan-kebidanan-pada-bayi-ny-m-dengan.html
Arum, Christy. 2012. Konsep
Dasar Asuhan Kebidanan Sindrom Gangguan Pernafasan. ( Online ) Tersedia : http://sichesse.blogspot.com/2012/03/konsep-dasar-askeb-sindrom-ganguan.html
Hadi, Umniati. 2013. Perdarahan Tali Pusat. ( Online )
Tersedia : http://soniatrium.blogspot.com/2013/12/perdarahan-tali-pusat-pada-neonatus.html
Khoirotun Nisa, Novi. 2013. Asuhan Kebidanan Ikterus.
( Online ) Tersedia : http://novikhoirotununipdu.blogspot.com/2013/01/askeb-ikterus.html
Diakses pada tanggal 01 Oktober 2014 jam 09.00 WIB s.d
Tidak ada komentar:
Posting Komentar