Nama : paulina lambu
Nim : 15150056
Kelas : A12.2
Prodi : D-3 kebidanan
PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2015/2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan pertolonganNya sehingga Kami
dapat menyelesaikan Makalah ini. Dalam Makalah ini kami membahas tentang .program
kesehatan ibu dan anak Telah kita ketahui bahwa pembelajaran kita ini
menyangkut pembelajaran tentang Program kesehatan ibu dan anak (KIA)
merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia
Makalah ini akan menjelaskan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah
satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di
kalangan ibu.
Untuk itu semoga makalah
yang Kami buat ini dapat bermanfaat untuk kita semua penggunanya.
Yogyakarta, 23 Maret 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu. Keerom merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur.
Perbandingan antara jumlah bidan dan perawat dengan
penduduk di Keerom sudah terpenuhi berdasarkan standar, namun pendistribusian
tenaga bidan masih belum merata. Kondisi geografis yang sulit menyebabkan kebutuhan tenaga bidan semakin besar karena jumlah penduduk per desa masih relatif sedikit, tetapi jarak antardesa berjauhan. Kondisi ini juga menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap bidan. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa ada beberapa bidan desa yang meninggalkan lokasi tugas tanpa izin dan tidak terpantau oleh Dinas Kesehatan Keerom. Dampak dari pendistribusian tenaga kerja yang belum merata, dan lemahnya pengawasan dari dinas kesehatan (dinkes) menyebabkan kegiatan program kesehatan di puskesmas belum berjalan optimal, termasuk program KIA.
Tahun 2005, jumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan masih rendah, hanya sebanyak 52 persen. Jumlah kematian ibu bersalin yang tercatat di Keerom sebesar 4 orang. Fenomena kasus kematian ibu dan kematian bayi di Keerom kemungkinan akibat dari dukungan Dinas Kesehatan Keerom dalam program KIA di puskesmas belum optimal. Dalam era otonomi daerah, peran dinkes menjadi sangat penting, termasuk dalam kegiatan program KIA1. Dinkes kabupaten/kota sebagai unit pelaksana teknis di bidang kesehatan berfungsi sebagai pendukung kegiatan puskesmas di wilayah kerjanya, sehingga program dapat berjalan sesuai yang direncanakan2. Kebijakan dinkes merupakan pedoman bagi puskesmas untuk menjalankan program kesehatan di puskesmas3. Fungsi dukungan dinkes ke puskesmas dalam kegiatan program dapat berupa pengadaan sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program KIA. Dukungan dinkes dalam proses pelaksanaan seperti kegiatan pembinaan, pengarahan dan pengendalian program juga dibutuhkan oleh puskesmas.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan “Bagaimana fungsi Dinas Kesehatan Keerom dalam mendukung program KIA di puskesmas?” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi Dinas Kesehatan Keerom dalam mendukung program KIA di puskesmas. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan program KIA.
tenaga bidan masih belum merata. Kondisi geografis yang sulit menyebabkan kebutuhan tenaga bidan semakin besar karena jumlah penduduk per desa masih relatif sedikit, tetapi jarak antardesa berjauhan. Kondisi ini juga menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap bidan. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa ada beberapa bidan desa yang meninggalkan lokasi tugas tanpa izin dan tidak terpantau oleh Dinas Kesehatan Keerom. Dampak dari pendistribusian tenaga kerja yang belum merata, dan lemahnya pengawasan dari dinas kesehatan (dinkes) menyebabkan kegiatan program kesehatan di puskesmas belum berjalan optimal, termasuk program KIA.
Tahun 2005, jumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan masih rendah, hanya sebanyak 52 persen. Jumlah kematian ibu bersalin yang tercatat di Keerom sebesar 4 orang. Fenomena kasus kematian ibu dan kematian bayi di Keerom kemungkinan akibat dari dukungan Dinas Kesehatan Keerom dalam program KIA di puskesmas belum optimal. Dalam era otonomi daerah, peran dinkes menjadi sangat penting, termasuk dalam kegiatan program KIA1. Dinkes kabupaten/kota sebagai unit pelaksana teknis di bidang kesehatan berfungsi sebagai pendukung kegiatan puskesmas di wilayah kerjanya, sehingga program dapat berjalan sesuai yang direncanakan2. Kebijakan dinkes merupakan pedoman bagi puskesmas untuk menjalankan program kesehatan di puskesmas3. Fungsi dukungan dinkes ke puskesmas dalam kegiatan program dapat berupa pengadaan sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program KIA. Dukungan dinkes dalam proses pelaksanaan seperti kegiatan pembinaan, pengarahan dan pengendalian program juga dibutuhkan oleh puskesmas.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan “Bagaimana fungsi Dinas Kesehatan Keerom dalam mendukung program KIA di puskesmas?” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi Dinas Kesehatan Keerom dalam mendukung program KIA di puskesmas. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan program KIA.
B.
Rumusan Masalah
1 .
Bagaimana kebijakan pemerintah terhadap KIA ?
2.
Bagaimana sasaran KIA ?
3.
Bagaimana kebijakan pelayanan KIA ?
4.
Bagaimana upaya KIA selanjutnya untuk
pemerintah ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui kebijakan pemerintah terhadap KIA
2.
Untuk mengetahui sasaran KIA
3.
Untuk mengetahui kebijakan pelayanan KIA
4.
Untuk mengetahui upaya KIA selanjutnya
untuk pemerintah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan
Pemerintah Terhadap KIA
Strategi Pembangunan Kesehatan
menuju indonesia sehat 2010 mengisyaratkan bahwa pembangunan kesehatan
ditujukan pada upaya menyehatkan bangsa. Indikator keberhasilannya antara lain
ditentukan oleh angka mortalitas dan morbiditas, angka kematian ibu dan angka
kematian bayi.
Program kesehatan ibu dan anak
(KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia.
Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu
melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan
kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Anak (AKB) masih tinggi yaitu, 307 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 35/1000
kh. Target yang ditetapkan untuk dicapai pada RPJM tahun 2009 untuk AKI adalah
226 per 100.000 kh dan AKB 26/1000 kh. Dengan demikian target tersebut
merupakan tantangan yang cukup berat bagi program KIA.
Sebagaian besar penyebab
kematian ibu secara tidak langsung (menurut survei Kesehatan Rumah Tangga 2001
sebesar 90%) adalah komplikasi yang terjadi pada saat persalinan dan segera
setelah bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu
Pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan penyebab tidak
langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK)
37%, anemia (HB kurang dari 11 gr%) 40%. Kejadian anemia pada ibu hamil ini
akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang
tidak anemia.
Beberapa kegiatan dalam meningkatkan
upaya percepatan penurunan AKI telah diupayakan antara lain melalui peningkatan
kualitas pelayanan dengan melakukan pelatihan klinis bagi pemberi pelayanan
kebidanan di lapangan. Kegiatan ini merupakan implementasi dari pemenuhan
terwujudnya 3 pesan kunci Making
Pregnancy Safer yaitu:
1.
Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih
2.
Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat
pelayanan yang adekuat, dan
3.
Setiap wanita usia subur mempunyai akses
terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran.
Komplikasi
dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan
sebelumnya sehingga ibu hamil harus sedekat mungkin pada sarana pelayanan
ndicator emergency dasar. Penyebab utama kematian Ibu adalah Perdarahan,
Infeksi, Eklampsi, Partus lama dan Komplikasi Abortus. Perdarahan merupakan
sebab kematian utama. Dengan demikian sangat pentingnya pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat
sekitar persalinan, sedang sebab utama kematian bayi baru lahir adalah
Asfiksia, Infeksi dan Hipotermi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Selama kurun
waktu 20 tahun angka kematian bayi (AKB) telah diturunkan secara tajam, namun
AKB menurut SDKI 2002-2003 adalah 35 per 1000 KH. Angka tersebut masih tinggi
dan saat ini mengalami penurunan secara lambat. Dalam Rencana Pembangunan
jangka panjang Menengah Nasional (RPJMN) salah satu sasarannya adalah
menurunkan AKB dari 35 1000 KH menjadi 26 per 1000 KH pada tahun 2009. Oleh
karena itu perlu dilakukan intervensi terhadap masalah-masalah penyebab
kematian bayi untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKB di ndicator.
B.
Sasaran KIA
Program PWS-KIA
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan
Ibu dan Anak (PWS-KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan
program KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan
tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi
pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan,
keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi,
dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan
pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan
di Indonesia sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang
program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang
dapat memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau
tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program
Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan
Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan
dengan tercapainya Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun
1990. Dengan dicapainya cakupan program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang
signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
tidak secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara bermakna
walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor lain
sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan lain
sebagainya). Dengan demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan memperbaiki
mutu data, analisis dan penelusuran data.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat
ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan
terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor
risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh
penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat
advokasi, informasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya lintas
sektor setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran. Dengan
demikian PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis dan non
teknis. Pelaksanaan PWS KIA harus ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam
pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran
dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota
dapat digunakan untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan.
Demikian pula hasil analisis PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk
menentukan kabupaten/kota yang rawan.
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien.
Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai
berikut :
- Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas kesehatan.
- Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke fasilitas kesehatan.
- Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
- Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.
- Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
- Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
- Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
- Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
- Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
C.
Kebijakan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indonesia dan negara-negara peserta United Nation General Assembly Special
Session on Children menegaskan kembali dan mendeklarasikan komitmen terhadap
kesejahteraan anak. Komitmen tersebut dikenal sebagai “A World Fit for
Children” (WFC). Selain berisi pernyataan tentang tekad berbagai negara untuk
terus memperjuangkan kesejahteraan dan kemaslahatan anak, Sebagai tindak lanjut
dari pertemuan tersebut, Indonesia menyusun Program Nasional Bagi Anak
Indonesia (PNBAI) yang mencakup keempat komponen tersebut. Dokumen ini khusus
berisi tentang PNBAI Bidang Kesehatan. Derajat kesehatan anak tidak dapat
dipisahkan dari derajat kesehatan ibu. Data SUSENAS 2001 menunjukkan Angka
kematian ibu (AKI) sebesar 394 per 100.000 kelahiran hidup. Dalam kurun waktu
15 tahun AKI tidak menunjukkan penurunan, malah terlihat stagnant. Dari hasil
survei tahun 2001 tersebut terlihat bahwa penyebab kematian ibu tertinggi
adalah perdarahan termasuk abortus adalah 34,3 persen, diikuti oleh eklampsia
(23,7 persen). Data rumah sakit menunjukkan bahwa kematian ibu di rumah sakit
semakin meningkat, yaitu dari 4 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1994
menjadi 8 per 1000 pada tahun 1999. Case fatality rate kasus maternal juga
meningkat dari 0,4 persen (1993 dan 1994) menjadi 0,5 persen (1996) dan 0,8
persen (1999). Adapun permasalahan remaja merupakan hal penting yang patut di
tangani pemerintah dan dalam makalah ini juga mengangkat permasalahan mengenai
kebijakan pemerintah mengenai kesehatan remaja yang diantaranya dituangkan
dalam undang-undang. dan mengenai kebijakan Lanjut usia yang mana data
menunjukkan jumlah lansia di Indonesia terus meningkat, bagaimanapun juga fasilitas
dan pelayanan kesehatan bagi lansia masih kurang. Penghormatan itu antara lain,
berupa pemberian fasilitas dan pelayanan khusus dalam rangka perlindungan dan
pemenuhan hak-hak mereka Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU No.39/1999, pihak
yang paling bertanggung jawab untuk melindungi dan memenuhinya adalah
pemerintah Salah satu wujudnya adalah tersedianya fasilitas dan pelayanan
khusus bagi mereka di Rumah Sakit-Rumah Sakit Umum dalam rangka pemenuhan hak
atas kesehatannya. Mengenai permasalahan penyandang cacat menurut Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang dimaksud penyandang cacat
adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik, dan atau mental yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara layaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, cacat
mental, cacat fisik dan mental. Dalam undang-undang tersebut juga telah
mengatur adanya kuota 1 (satu) persen bagi penyandang cacat dalam
ketenagakerjaan.
BAB II
BAB II
LANDASAN TEORI KEBIJAKAN
KESEHATAN IBU DAN ANAK
Kesehatan ibu, bayi, dan anak (Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan)
Pasal 126-135 Pasal 126
KESEHATAN IBU DAN ANAK
Kesehatan ibu, bayi, dan anak (Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan)
Pasal 126-135 Pasal 126
(1) Upaya kesehatan ibu harus
ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang
sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu. (2) Upaya kesehatan
ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. (3) Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga,
fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara
aman, bermutu, dan terjangkau. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan
kesehatan ibu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 127
Pasal 127
(1) Upaya kehamilan di luar cara
alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan
ketentuan: a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal; b. dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan c.
pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (2) Ketentuan mengenai persyaratan
kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Pasal 128
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan
air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas
indikasi medis. (2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan
penyediaan waktu dan fasilitas khusus. (3) Penyediaan fasilitas khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana
umum.
Pasal 129
(1) Pemerintah bertanggung jawab
menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu
ibu secara eksklusif. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 130
Pemerintah wajib memberikan
imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Pasal 131
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan
bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang
yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi
dan anak. (2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih
dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan
belas) tahun. (3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban
bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan pemerintah
daerah.
Pasal 132
Pasal 132
(1) Anak yang dilahirkan wajib
dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak
tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. (2) Ketentuan mengenai anak
yang dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (3) Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar
sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang
dapat dihindari melalui imunisasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis-jenis imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan Menteri. Pasal 133
(1) Setiap bayi dan anak berhak
terlindungi dan terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan
yang dapat mengganggu kesehatannya. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan
anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyediakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 134
(1) Pemerintah berkewajiban
menetapkan standar dan atau kriteria terhadap kesehatan bayi dan anak serta
menjamin pelaksanaannya dan memudahkan setiap penyelenggaraan terhadap standar
dan kriteria tersebut. (2) Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus diselenggarakan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama,
dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 135
(1) Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk
bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta
mampu bersosialisasi secara sehat. (2) Tempat bermain dan sarana lain yang
diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi sarana
perlindungan terhadap risiko kesehatan agar tidak membahayakan kesehatan anak.
D.
Upaya-Upaya KIA untuk Selanjutnya
Upaya
peningkatan derajat kesehatan keluarga dilakukan melalui program pembinaan
kesehatan keluarga yang meliputi upaya peningkatan kesehatan Ibu dan Bayi, Anak
Pra Sekolah dan Anak Usia Sekolah, Kesehatan Reproduksi Remaja, dan Kesehatan
Usia Subur. Era Desentralisasi menurut pengelola program di Kabupaten / Kota
untuk lebih proaktif didalam mengembangkan program yang mempunyai daya ungkit
dalam akselerasi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) sesuai situasi dan kemampuan daerah masing-masing mengingat AKI dan AKB
merupakan salah satu ndicator penting keberhasilan program kesehatan Indonesia.
Program Pokok Kia
1. Program ANC
2. Deteksi risti ibu hamil
3. Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan
4. Rujukan kasus risti ibu hamil
5. Pemeriksaan BBL (Neonatus), bayi dan
balita
6. Penanganan neonatal yang berisiko
7. Pelayanan kesehatan bayi umur 1 bulan
sampai 1 tahun
8. Pelayanan kesehatan balita
9. Pelayanan kesehatan pra school
Berbagai
permasalahan kesehatan anak prasekolah, usia sekolah dan kesehatan remaja yang
semakin kompleks yang meliputi kesehatan reproduksi remaja, masalah
penyalagunaan narkotik dan zat adiktif lainnya merupakan tantangan yang harus
dihadapi oleh program Kesehatan Keluarga. Diharapkan melalui kegitan-kegiatan yang dilaksanakan dapat memperluas
cakupan pelayanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan status Kesehatan
keluarga secara khusus dan masyarakat pada umumnya.
Sehubungan dengan penerapan
system desentralisasi, maka pelaksanaan strategi MPS didaerah pun diharapkan
dapat lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat. Dengan adanya
variasi antara daerah dalam hal demografi dan geografi, maka kegaiatan dalam
program kesehatan ibu dan Anak (KIA) akan berbeda pula. Namun agar pelaksanaan
Program KIA dapat berjalan lancer, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA
puskesmas maupun di tingkat Kabaupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga
dinilai dari besarnya cakupan program di masing-masing wilayah kerja.
Untuk itu, perlu di pantau
secara terus menerus besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja,
agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja
tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan
anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan
pemecahan masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut
dikembangkan sistem Pemantau Wilayah Setempat (PWS-KIA).
BAB III
PENUTUP
A . Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai
berikut ;
1.
Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal dengan cara pemberian pelayanan antenatal yang optimal secara
menyeluruh dan terpadu, peningkatan deteksi dini resiko tinggi baik pada ibu
hamil maupun pada bayi di institusi pelayanan ANC maupun di masyarakat,
disamping itu pengamatannya harus secara terus menerus.
2. Berfungsinya mekanisme rujukan dari tingkat
masyarakat dan puskesmas hingga rumah sakit tempat rujukan.
3. Adanya keseragaman dan persamaan persepsi
tentang sistem pelaporan antara pengelola program kesehatan ibu dan anak yang
berada di kabupaten/kota dengan pengelola yang ada di propinsi
B.
Saran
Diharapkan perkembangan kesehatan
ibu dapat merata sesuai dengan program kesehatan Pemerintah dalam mencapai
kesejahteraan secara merata.
DAFTAR
PUSTAKA
Man uaba,Ida Bagus Gde. 2007. Ilmu Kebidanan Dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Sunter Agung Podomoro.
Notoatmodjo, Soekidjo.2007.Promosi Kesehatan.Jakarta
: Penerbit Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar